Perbedaan musyrik dengan kafir
Kekafiran adalah menolak kebenaran dan menutupinya karena makna dasar
kekafiran dalam bahasa Arab adalah menutupi. Sedangkan kemusyrikan
adalah beribadah kepada selain Allah. Kekafiran bisa timbul karena
menentang dan mendustakan sedangkan orang musyrik itu beriman kepada
Allah. Inilah perbedaan mendasar antara orang kafir dan orang musyrik.
Akan tetapi terkadang digunakan kata kekafiran dengan pengertian
kemusyrikan dan kemusyrikan dengan pengertian kekafiran. Jadi maknanya
bisa ditukar tukar.
An Nawawi mengatakan, “Istilah kekafiran dan kemusyrikan terkadang
digunakan dalam pengertian kafir kepada Allah. Namun kedua kata tersebut
terkadang maknanya berbeda. Kemusyrikan dikerucutkan dalam pengertian
beribadah kepada patung atau makhluk lainnya diiringi pengakuan dan
keimanan kepada Allah. Dalam kondisi ini kekafiran itu lebih luas
cakupannya dari pada kemusyrikan” (Syarh Shahih Muslim 2/71).
Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Kekafiran adalah menolak kebenaran dan
menutupinya semisal orang yang menolak kewajiban sholat, zakat, puasa di
bulan Ramadhan, berhaji bagi yang mampu, wajibnya berbakti kepada orang
tua dan semisalnya. Contoh lainnya adalah orang yang menolak keharaman
zina, minum minuman yang memabukkan, durhaka kepada kedua orang tua dan
lain-lain.
Sedangkan kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah semisal
meminta tolong agar kesusahan yang dia alami hilang kepada orang yang
sudah mati atau orang yang masih hidup namun beda tempat, kepada jin,
patung, benda angkasa dan lain-lain, menyembelih hewan untuk
makhluk-makhluk tersebut dan bernadzar untuknya. Akan tetapi orang kafir
boleh disebut musyrik dan orang musyrik boleh disebut kafir sebagaimana
dalam QS al Mukminun:117, al Maidah: 72, Fathir: 13-14. Dalam QS
Fathir: 13-14 Allah menyebut doa kepada selain Allah sebagai kemusyrikan
sedangkan dalam surat al Mukminun disebut sebagai kekafiran.
Dalam QS at Taubah: 32-33 Allah sebut orang-orang kafir dengan
sebutan orang kafir dan orang musyrik. Hal ini menunjukkan bahwa orang
kafir bisa disebut musyrik dan musyrik bisa disebut kafir. Ayat dan
hadits yang menunjukkan demikian banyak sekali.
Dalil lainnya adalah sabda Nabi, “Garis pemisah antara seseorang
dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR Muslim
dari Jabir bin Abdillah). Nabi juga bersabda, “Poin pembeda antara kami
dengan mereka adalah shalat. Siapa saja yang meninggalkannya maka dia
kafir” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad
yang shahih dari Buraidah bin Hushaiyyib)” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz
9/174-175).
Ibnu Baz juga mengatakan, “Diantara kemusyrikan adalah beribadah
kepada selain Allah secara totalitas. Hal ini disebut kemusyrikan juga
disebut kekafiran. Siapa saja yang cuek dari Allah secara total dengan
beribadah kepada selain Allah semisal pohon, batu, patung, jin dan
sebagian orang yang sudah mati tepatnya yang disebut wali. Beribadah
kepada wali, shalat dan puasa untuknya serta melupakan Allah secara
total adalah kekafiran dan kemusyrikan yang sangat besar. Demikian pula
orang yang mengingkari keberadaan Allah dan mengatakan tidak ada yang
namanya tuhan karena hidup hanyalah alam materi saja semisal komunis
atheis yang mengingkari adanya tuhan, mereka adalah manusia yang paling
kafir dan paling sesat serta paling besar kemusyrikan dan kesesatannya.
Intinya pemilik keyakinan-keyakinan di atas dan semisalnya disebut
orang musyrik juga bisa disebut orang yang kafir kepada Allah. Karena
ketidaktahuannya ada orang yang melakukan kesalahan fatal dengan menamai
tindakan berdoa meminta-minta kepada orang yang sudah mati wasilah dan
dikira hukumnya adalah boleh. Ini adalah kesalahan yang fatal karena
perbuatan ini termasuk kemusyrikan kepada Allah yang paling besar meski
sebagian orang yang bodoh atau musyrik menyebutnya wasilah. Perbuatan
tersebut adalah ibadahnya orang-orang musyrik yang Allah cela. Bahkan
Allah kirim para rasul dan turunkan berbagai kitab suci untuk
mengingkarinya dan mengingat bahaya perbuatan tersebut” (Majmu Fatawa
Syaikh Ibnu Baz 4/32-33).
Orang Yahudi dan Nasrani adalah orang kafir sekaligus musyrik.
Disebut kafir karena mereka menolak kebenaran dan mendustakannya dan
disebut orang musyrik karena mereka beribadah kepada selain Allah.
Dalam surat at Taubah: 31, orang Yahudi dan Nasrani disebut musyrik sedangkan dalam surat al Bayyinah disebut kafir.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyanggah orang yang berpandangan bahwa
istilah musyrik itu tidak mencakup Yahudi dan Nasrani dengan mengatakan,
“Yang lebih dekat kepada kebenaran Yahuda dan Nasrani itu termasuk
musyrik karena mereka itu musyrik sekaligus kafir tanpa ragu. Oleh
karena itu Yahudi dan Nasrani dilarang masuk Masjidil Haram, QS at
Taubah: 28.
Andai Yahudi dan Nasrani tidak termasuk musyrik tentu saja QS at
Taubah: 28 tidak berlaku untuk mereka. Setelah menyebutkan keyakinan
yang dimiliki oleh Yahudi dan Nasrani dalam QS at Taubah: 31 Allah sebut
mereka sebagai orang musyrik karena Yahudi berkeyakinan bahwa Uzair
adalah putra Allah sebagaimana Nasrani berkeyakinan bahwa Isa adalah
putra Allah. Yahudi dan Nasrani juga menjadikan ulama dan ahli ibadah
mereka sebagai sesembahan selain Allah. Ini semua termasuk kemusyrikan
yang sangat jelek. Ayat yang menjelaskan hal ini sangatlah banyak”
(Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 4/274).
Jumat, 19 Mei 2017
10 CONTOH PERBUATAN SYIRIK
10 CONTOH PERBUATAN SYIRIK
.
Tauhid adalah kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ada
juga definisi yang lain, yaitu konsep dalam aqidah Islam yang
menyatakan keesaan Allah. Mengamalkan tauhid merupakan konsekuensi dari
kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim. Kalimat
tauhid Laa ilaaha illallah (tiada ilah selain Allah) artinya
secara esoterik maupun aplikatif adalah tiada sesuatupun yang diikuti
aturannya, dijauhi larangannya atau diibadati (diabdi/disembah) selain
Allah. Orang yang bertauhid disebut orang yang beriman (orang mukmin).
Lawan dari tauhid adalah syirik. Syirik menurut bahasa artinya bersekutu
atau berserikat. Sedangkan syirik menurut istilah artinya menjadikan
sekutu bagi Allah, baik dalam Zat-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, maupun
dalam ketaatan yang seharusnya ditujukan hanya untuk Allah semata. Dan
orang yang berbuat syirik disebut orang musyrik (ada dua golongan). Sudah menjadi Sunnatullah bahwa pertentangan antara tauhid vs syirik atau orang mukmin vs orang musyrik akan selalu ada di segala zaman.
Semua rasul dari Nabi Adam 'alaihis salam hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah dengan misi yang sama yaitu menyeru umatnya agar mereka mentaati 3 (tiga) prinsip ajaran tauhid sebagai berikut:
• Beribadah (menyembah/mengabdi) kepada Allah
• Meninggalkan perbuatan syirik
• Menjauhi thaghut
• Meninggalkan perbuatan syirik
• Menjauhi thaghut
Hal tersebut sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:
Ibadatilah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun... (QS. An-Nisa: 36)
Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan kepada
(rasul-rasul) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah),
niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu ibadati..."
(QS. Az-Zumar: 65-66)
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Ibadatilah Allah (saja) dan jauhilah thaghut."... (QS.
An-Nahl: 36)
Perbuatan syirik merupakan kezaliman yang besar berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar." (QS. Luqman: 13)
Ada 3 (tiga) sebab munculnya perilaku syirik, yaitu sebagai berikut:
• Al jahlu (kebodohan)
• Dhai’ful iman (lemahnya iman)
• Taqlid (ikut-ikutan secara membabi-buta)
• Dhai’ful iman (lemahnya iman)
• Taqlid (ikut-ikutan secara membabi-buta)
Barangsiapa yang berbuat syirik maka hapuslah pahala segala amal perbuatannya, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan kepada
(rasul-rasul) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah),
niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi. (QS. Az-Zumar: 65)
...Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-An'am: 88)
Barangsiapa
yang berbuat syirik maka dia telah berbuat dosa yang besar dan dosanya
itu tidak akan diampuni, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar. (QS. An-Nisa: 48)
Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan
dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa: 116)
Barangsiapa yang berbuat syirik maka Allah mengharamkan surga kepadanya, dan tempatnya adalah neraka, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:
...Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zalim (musyrik) itu seorang penolongpun. (QS.
Al-Maidah: 72)
Orang-orang
beriman tidak boleh memintakan ampun bagi orang-orang musyrik meskipun
anggota keluarga sendiri, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Tiadalah
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik
itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (QS. At-Taubah:
113)
Orang-orang
musyrik itu halal darah dan hartanya, bahkan Allah memerintahkan untuk
membunuh mereka di mana saja menjumpai mereka, kecuali mereka bertaubat,
berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
...bunuhlah
orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan
tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.
Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka
berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan... (QS. At-Taubah: 5)
Demikian juga Nabi Musa 'alaihis salam dulu
memerintahkan kaumnya agar membunuh orang-orang musyrik di antara
mereka yang terlibat penyembahan patung anak lembu yang terbuat dari
emas, akan tetapi dibunuhnya mereka dalam hal ini justru sebagai bentuk
taubat mereka kepada Allah, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
Dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,
sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah
menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada sang
Pencipta yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih
baik bagimu pada sisi sang Pencipta yang menjadikan kamu; maka Dia akan
menerima taubatmu... (QS. Al-Baqarah: 54)
Khusus para pelaku syirik dari golongan Yahudi dan Nasrani, Allah menamakan mereka ahli kitab (bukan orang musyrik) dan memerintahkan untuk memerangi mereka sampai mereka membayar jizyah, yaitu pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada
hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama
Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At-Taubah: 29)
Berikut 40
(empat puluh) contoh perbuatan syirik berdasarkan keterangan dari Al
Quran dan As Sunnah. Jumlah 40 ini tidak bermaksud membatasi, tetapi
hanya sekedar memberikan contoh saja, yaitu sebagai berikut:
1. Sembahyang kepada makhluk tak bernyawa
Apakah makhluk itu murni disembah/dipuja atau hanya sebagai simbol bagi rabb/ilah (tuhan)
selain Allah, umpamanya menyembah/memuja patung, kuburan, pohon, batu,
matahari, bulan, bintang, dan lain-lain. Penyembahan/pemujaan terhadap
makhluk-makhluk tersebut adalah perbuatan syirik akbar* karena telah mengada-adakan dan mengibadati ilah selain Allah, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
(Ingatlah),
ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung
apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" (QS. Al-Anbiya: 52)
Mereka
(Bani Israel) menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak lembu
(emas) ini, hingga Musa kembali kepada kami." (QS. Thaha: 91)
Aku (burung Hudhud) mendapati dia (Ratu Balqis) dan kaumnya sujud kepada matahari, tidak kepada Allah;... (QS. An-Naml: 24)
Apakah
mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat
menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan
orang. (QS. Al-A'raf: 191)
Yang
mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan
menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan
yang durhaka, (QS. An-Nisa: 117)
2. Mengaku sebagai Allah atau rabb/ilah (tuhan) selain Allah
Arbab adalah bentuk jamak dari rabb yang berarti pengatur atau yang mengatur. Jadi, Rabb (Allah) adalah Zat Yang mengatur atau Yang menentukan hukum. Sedangkan alihah merupakan bentuk jamak dari ilah
yang berarti segala sesuatu yang diabdi, ditaati, atau disembah. Ilah
bisa berupa manusia, barang, kesenangan atau hal-hal yang mendatangkan
kesenangan maupun ketenangan. Kalimat tauhid Laa ilaaha illallah
(tiada ilah selain Allah) artinya secara esoterik maupun aplikatif
adalah tiada sesuatupun yang diikuti aturannya, dijauhi larangannya atau
diibadati (disembah/diabdi) selain Allah dengan
kepengaturan-Nya/ajaran-Nya sebagai Rabb. Dengan demikian siapa
saja yang mengaku sebagai Allah atau rabb/ilah selain Allah dengan
tujuan atau alasan apapun, maka ia telah melakukan perbuatan syirik
akbar karena telah menduakan keesaan Allah, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
(Fir'aun)
berkata: "Akulah rabb-mu yang paling tinggi." Maka Allah mengazabnya
dengan azab di akhirat dan azab di dunia. (QS. An-Nazi'at: 24-25)
Dan
barangsiapa yang mengatakan di antara mereka; “Sesungguhnya aku adalah
ilah selain Allah” maka Kami membalas dia dengan Jahannam, begitulah
Kami membalas orang-orang yang zalim (musyrik). (QS. Al-Anbiya: 29)
Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi orang-orang yang mengibadatiku selain Allah... (QS. Ali Imran:
79)
3. Mengaku sebagai anak Allah
Baik mengaku
secara biologis maupun hanya sekedar kiasan, siapapun yang mengaku
sebagai anak Allah maka ia telah berbuat syirik akbar karena telah
merendahkan Zat Khalik ke level makhluk-Nya, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
Orang-orang
Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan
kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu
karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan
kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara
orang-orang yang diciptakan-Nya... (QS. Al-Maidah: 18)
...mereka
membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak
laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci
Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta
langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui
segala sesuatu. (QS. Al-An'am: 100-101)
Katakanlah:
"Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlash: 1-4)
Dan
katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak
mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang
memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang
sebesar-besarnya." (QS. Al-Isra: 111)
...Sesungguhnya
Allah Ilah yang Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang
di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi
Pemelihara. (QS. An-Nisa: 171)
4. Mengatakan atau menetapkan bahwa Allah mempunyai anak
Barangsiapa
yang berbuat demikian berarti ia telah menyamakan sifat Allah dengan
makhluk-Nya dan tentu saja hal ini merupakan perbuatan syirik akbar,
berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
Orang-orang
Yahudi (Yaman) berkata: "Uzair itu anak Allah" dan orang-orang Nasrani
berkata: "Al Masih itu anak Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan
mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.
Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling? (QS.
At-Taubah: 30)
Mereka
(orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah,
bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua
tunduk kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 116)
Maka
apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al
Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak-anak
perempuan Allah)? (QS. An-Najm: 19-20)
Katakanlah:
"Jika benar Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad)
orang yang mula-mula memuliakan (anak itu)." Maha Suci Rabb Yang empunya
langit dan bumi, Rabb Yang empunya 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan
itu. (QS. Az-Zukhruf: 81-82)
Allah
sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada ilah (yang
lain) beserta-Nya, kalau ada ilah beserta-Nya, masing-masing ilah itu
akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari ilah-ilah itu
akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka sifatkan itu, Yang mengetahui semua yang ghaib dan semua yang
nampak, maka Maha Tinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS.
Al-Mu'minun: 91-92)
...mereka
membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak
laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci
Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta
langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui
segala sesuatu. (QS. Al-An'am: 100-101)
Dan
mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah,
sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai
(yaitu anak-anak laki-laki). (QS. An-Nahl: 57)
5. Mengatakan atau mengajarkan bahwa Allah ialah Nabi Isa 'alaihis salam atau salah satu oknum Trinitas
Secara
khusus hal ini ditujukan kepada orang-orang Nasrani yang mengatakan dan
mengajarkan bahwa Allah ialah Isa Al-Masih dan bahwa keduanya adalah
oknum-oknum Trinitas (Allah, Isa Al-Masih, Ruhul Qudus). Namun demikian,
tidak menutup kemungkinan adanya orang-orang selain Nasrani yang
berpandangan seperti itu. Barangsiapa yang mengatakan, mengajarkan, atau
berpandangan bahwa Allah ialah Nabi Isa 'alaihis salam atau salah satu oknum Trinitas, maka dia telah berbuat syirik akbar berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah
Al Masih putera Maryam." Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang
dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al
Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang
berada di bumi kesemuanya?"... (QS. Al- Maidah: 17)
Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al
Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani
Israil, ibadatilah Allah Rabb-ku dan Rabb-mu." Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka... (QS. Al- Maidah: 72)
Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang berkata: "Bahwasanya Allah salah seorang dari
yang Tiga (Trinitas)", padahal sekali-kali tidak ada ilah selain dari
Ilah Yang Esa... (QS. Al- Maidah: 73)
...Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu
mengatakan: "Tiga (Trinitas)", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu)
lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Ilah Yang Maha Esa, Maha Suci
Dia dari mempunyai anak... (QS. An-Nisa: 171)
6. Menyembah malaikat atau nabi tertentu atau menjadikan mereka sebagai arbab
Arbab adalah bentuk jamak dari rabb yang berarti pengatur atau yang mengatur. Jadi, Rabb (Allah) adalah Zat Yang mengatur atau Yang menentukan hukum. Mengatur
alam raya ini, baik secara kauniy (hukum alam) maupun secara syar’iy
(syari’at) sepenuhnya merupakan hak Allah sebagai Rabb, sebagaimana
firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
...Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia
Pemberi keputusan yang paling baik." (QS. Al-An’am: 57)
...Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
mengibadati selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf: 40)
...dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum (keputusan)." (QS. Al-Kahfi: 26)
Karena itu,
barangsiapa yang menyembah atau memuja malaikat atau nabi, atau
menjadikan mereka sebagai arbab (rabb-rabb selain Allah), maka dia telah
berbuat syirik akbar karena hal itu berarti telah merampas sifat ketuhanan dari Allah dan diberikan kepada malaikat atau nabi, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Dan
(tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi
sebagai arbab. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu
kamu sudah (menganut agama) Islam? (QS. Ali Imran: 80)
...dan (juga mereka menjadikan rabb kepada) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Ilah yang Esa, tidak ada ilah selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah: 31)
7. Mengkultuskan dan mengagungkan orang-orang saleh tertentu
Hal ini terutama kepada mereka yang sudah meninggal dunia, misalnya para penganut Syiah, khususnya Rafidhah, yang mengkultuskan dan mengagungkan Ali bin Abu Thalib dan putranya, Husein bin Ali, radhiyallahu 'anhum pada setiap ritual tertentu dengan melukai anggota badan hingga berdarah-darah dan memanggil-manggil: "Ya Ali!" dan "Ya Husein!"
secara berulang-ulang sambil meratapi terbunuhnya mereka dan membenci
serta mengutuk orang-orang saleh lainnya yang dianggap menjadi lawan
mereka pada masa itu. Demikian pula ketika melaksanakan ibadah haji di
Mekah, para Rafidhah selalu memuja Husein dengan berseru-seru: "Labbaika Ya Husein!"
Selain itu, banyak juga orang yang mengkultuskan dan memuja-muja para wali. Pengkultusan inilah yang mendorong sebagian kaum muslimin untuk berkunjung ke kuburan para wali. Meski harus merogoh kocek dalam-dalam (padahal uangnya pas-pasan) dan menempuh perjalanan yang jauh serta berpeluh, mereka tidak peduli karena mereka berkeyakinan bahwa mengunjungi kuburan para wali adalah perbuatan yang memiliki keutamaan, apalagi fenomena ini telah berlangsung sekian lama dan rutin dilakukan oleh sebagian penduduk negeri. Di antara para pengunjung tersebut ada yang ingin segera dapat jodoh, ingin punya momongan, ingin jadi orang kaya, ingin dagangannya laris, ingin sembuh dari penyakit, dan sebagainya. Mereka yakin, keinginan atau cita-cita mereka bisa terkabul dengan mengunjungi kuburan para wali dan di sana biasanya mereka mengambil atau memuja benda-benda tertentu seperti air, tanah, keris, atau lainnya serta melakukan sawer sebagai syarat agar keinginan mereka terkabul. Tidak masalah meskipun mereka harus membayar mahal untuk syarat tersebut yang penting cita-cita mereka tercapai.
Manakala
seseorang meyakini bahwa arwah orang-orang saleh yang dikultuskan/dipuja
tersebut bisa mendatangkan syafa'at dan pahala kepadanya, memberikan
efek langsung di dalam kehidupannya atau menyebabkan keinginannya
terkabul, maka dia telah berbuat syirik akbar karena telah menafikan
Allah sebagai Rabb Maha Pemberi rahmat, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala:
Orang-orang
(saleh) yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb
mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab
Rabb-mu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al-Isra: 57)
...Dan
orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun
setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar
seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu
dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang
diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (QS. Fathir: 13-14)
8. Menyembah atau memuja jin
Umpamanya
ada orang mau membangun rumah, konon katanya di lokasi yang akan
dibangun rumah itu terdapat jin penunggunya, sehingga ketika hendak
membangun rumah, orang tersebut menuju lokasi itu (jin) dengan sesuatu
hal berupa tumbal seperti: memotong ayam lalu dikubur sebelum dibuat
pondasi rumah dalam rangka supaya tidak digangu oleh jin tersebut. Ini
berarti jin tersebut adalah sesuatu yang dituju (diibadati) oleh pemilik
rumah dengan sesuatu (tumbal) dalam rangka tolak bala. Barangsiapa
berbuat demikian atau semisalnya (membakar kemenyan dan lain-lain untuk
menyembah/memuja jin), maka dia telah melakukan perbuatan syirik akbar
karena telah menjadikan jin sebagai ilah selain Allah (sekutu bagi
Allah), berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:
Dan
(ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya
kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka ini dahulu
mengibadati kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha Suci Engkau.
Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah mengibadati
jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu." (QS. Saba: 40-41)
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu... (QS. Al-An'am: 100)
Bukankah
Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak
mengibadati syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi kamu. (QS. Yasin: 60)
9. Menuhankan atau menomorsatukan hawa nafsu
Hawa nafsu
adalah kecenderungan untuk melakukan keburukan. Seseorang yang
menuhankan hawa nafsu (menjadikan hawa nafsu sebagai ilah-nya), ia
mengutamakan keinginan nafsunya di atas cintanya kepada Allah. Dengan
demikian ia telah mentaati hawa nafsunya dan menyembahnya (padahal tidak
ada ilah yang berhak disembah selain Allah). Jenis syirik ini amat
berbahaya, karena manusia telah dikuasai hawa nafsunya. Sehingga ia
merasa dirinya di atas segalanya, bahkan ada yang mengaku dirinya
sebagai ilah/rabb (tuhan) yang harus disembah dan ditaati. Orang yang
terjerumus kedalam syirik ini antara lain: Qarun, orang yang terkaya
pada zamannya. Juga Fir’aun yaitu orang yang menuhankan dirinya karena
kesombongan akan pangkat dan kekuasaan.
Menuhankan
hawa nafsu jelas-jelas merupakan perbuatan syirik akbar, karena mereka
lebih mempercayai hawa nafsunya daripada Allah. Menuhankan hawa nafsu
banyak macamnya, umpamanya ada orang yang menginginkan suatu jabatan
dengan harapan jabatan/kekuasaan itu dapat mendapatkan kekayaan harta
benda. Dengan berbagai cara dia akan terus berusaha meraihnya walaupun
caranya melanggar hukum Allah. Contoh lainnya, korupsi atau mengambil
harta secara batil. Jika ada orang yang terus-menerus melakukan korupsi,
apakah dia tahu atau tidak bahwa perbuatan itu dilarang Allah, berarti
dia lebih menuhankan atau menomorsatukan hawa nafsunya daripada Allah.
Demikian pula dengan perbuatan zina, memakan riba, main judi, dan
perbuatan maksiat lainnya yang dilakukan secara terus-menerus dan
menganggapnya sebagai perbuatan yang wajar (padahal Allah melarangnya).
Itulah yang disebut menuhankan hawa nafsu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman tentang perbuatan syirik ini:
Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya.
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (QS. Al-Furqan: 43)
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
ilah-nya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (QS. Al-Jatsiyah: 23)
Menurut Ibnu
Katsir ketika menafsirkan QS. Al-Jatsiyah: 23, yang dimaksud dengan
"menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya" adalah orang itu bertindak
berdasarkan hawa nafsunya, apa yang ia anggap baik, maka ia akan
kerjakan, dan apa yang ia anggap jelek, maka ia akan tinggalkan. Dan
ketika menafsirkan QS. Al-Furqan: 43, beliau berkata: "Kapan saja dia
menilai baik sesuatu dan melihatnya sebagai suatu kebaikan dari hawa
nafsunya sendiri, maka itulah agama dan madzhabnya."
10. Berdoa kepada selain Allah
Yaitu
doa/permohonan (tholab) seperti memohon suatu kemanfaatan atau terhindar
dari suatu kemudharatan, apabila dipersembahkan atau dimintakan kepada
selain Allah maka termasuk perbuatan syirik akbar jika tidak terpenuhi
padanya tiga syarat:
-Permohonan tersebut mampu dikabulkan oleh orang yang diminta,
-Orang tersebut masih hidup, dan
-Orang tersebut hadir dan/atau mampu mendengarkan permohonan kepadanya.
-Orang tersebut masih hidup, dan
-Orang tersebut hadir dan/atau mampu mendengarkan permohonan kepadanya.
Umpamanya
berdoa/memohon kepada orang-orang yang telah mati, makhluk-makhluk halus
(hantu, gendoruwo, arwah gentayangan, dan sebagainya), dewa/dewi
berhala, tuhan-tuhan fiktif, dan sebagainya. Mereka yang diminta ini
sesungguhnya tidak dapat memberi manfaat maupun mendatangkan mudharat
(bahaya), karena itu berdoa/memohon kepada mereka adalah perbuatan
syirik akbar berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Dan
janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi
manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat
(hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang
yang zalim (musyrik). (QS. Yunus: 106)
Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang memohon kepada selain
Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan
mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia
dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi
musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (QS. Al-Ahqaf:
5-6)
Dan aku
akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah,
dan aku akan berdoa kepada Rabb-ku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa
dengan berdoa kepada Rabb-ku. (QS. Maryam: 48)
Katakanlah:
"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan
mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi
dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu
bagi-Nya. (QS. Saba: 22)
Hai
manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan
itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak
dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,
tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah
yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS. Al-Hajj: 73)
Musyrik
Musyrik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dalam Islam, syirik adalah dosa yang tak bisa diampuni kecuali dengan pertobatan dan meninggalkan kemusyrikan sejauh-jauhnya.
Kemusyrikan secara personal dilaksanakan dengan mengikuti ajaran2 selain ajaran Allah secara sadar dan sukarela (membenarkan ajaran syirik dalam qalbu, menjalankannya dalam tindakan dan berusaha menegakkan atau menjaga ajaran syirik tersebut).
Kemusyrikan secara sosial/komunal (jama'ah atau bangsa) dijelaskan pada Surah Ar-Ruum 31-32:
“ | ...dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (Ar-Ruum 30:31). | ” |
Tujuan diutusnya para Rasul adalah untuk mengintegrasikan kembali manusia dari kondisi berpecah belah, kembali menjadi Ummat yang bersatu dalam satu Asas/Prinsip (Rubbubiyah), satu kekuasaan (Mulkiyah) dan satu ketaatan (Uluhiyah). Adapun Azas2 atau prinsip-prinsip tersebut telah ada pada alam semesta dan Kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam.
Syirik
Syirik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dampak Syirik
Perbuatan Zalim
Berbuat syirik berarti mendasarkan sesuatu yang tidak berhak kepada yang berhak, yakni Allah, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar."Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar"—Firman Allah, QS. Luqman: 13
Dosa tak diampuni
Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadaNya, jika ia meninggal dunia dalam kemusyrikannya."Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar"—Firman Allah, QS. An-Nisa: 48
Tempatnya di Neraka
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, Tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun"—Firman Allah, QS. Al-Maidah: 72
Menghapus pahala
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan"—Firman Allah, QS. Al-An'am: 88
Jenis Syirik
Secara umum, syirik dimasukkan ke dalam dua kelompok, yaitu Syirik besar dan Syirik kecilSyirik Besar
Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat kepada Allah.Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Bentuk-bentuk syirik besar:
- Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya.[1]
- Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.[2]
- Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah [3]
- Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan.[4]
Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada syirik besar.Bentuk-bentuk syirik kecil:
- Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.
Dalam sebuah riwayat hadits:[6]"Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik."—HR. At-Tirmidzi (No.1535), Al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari Abdullah bin Umar r.a
Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan."Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan". Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah."Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan". Kata kemudian menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.[7]Ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi , dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu mengucapkan: Atas kehendak Allah dan kehendakmu dan mengucapkan: Demi Ka'bah. Maka Nabi memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, Demi Allah Pemilik Ka'bah dan mengucapkan: Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu
- Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar orang) dan lainnya.
"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. "Mereka (para sahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?" .Dia menjawab: "Yaitu riya'"—HR. Ahmad (V/428-429) dari sahabat Mahmud bin Labid r.a
Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik
- Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
- Menuntut ilmu syar’i.
- Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
- Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
- Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
Namimah (adu domba)
Namimah (adu domba)
Namimah adalah menukil (memindahkan) ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan atau persaudaraan di antara keduanya.
Allah l dan Rasul-Nya n sungguh telah mencela orang yang berbuat namimah dan melarang kita mendengarkan ucapannya. Allah l berfirman:
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.” (Al-Qalam: 10-12)
Rasulullah n bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ
“Tidak akan masuk surga, orang yang qattat (yakni ahli namimah).” (HR. Al-Bukhari dari Hudzaifah z)
Dalam sebuah riwayat dalam Shahih Muslim:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga, ahli namimah.”
Al-Imam Ibnu Katsir t berkata: “Allah l berfirman ﯣ ﯤ , maknanya adalah orang yang berjalan di antara manusia untuk mengadu domba di antara mereka, dengan cara menukil ucapan dengan tujuan merusak hubungan dan persaudaraan di antara mereka. Ini adalah perbuatan yang membinasakan.”
Ummu Abdillah bintu Asy-Syaikh Muqbil t berkata: “Dalil-dalil yang mengandung ancaman seorang muslim tidak akan masuk surga bila melakukan dosa besar (seperti hadits ini, pen.) dipahami bahwa di dalamnya ada sesuatu yang mahdzuf (dibuang). Maksudnya adalah apabila Allah l ingin membalasnya, atau maknanya dia tidak akan masuk surga secara langsung, di mana dia akan diazab sesuai kadar dosanya (apabila Allah l berkehendak, pen.), namun akhirnya ia masuk surga. Sedangkan bila menghalalkannya, maka dia telah kafir karena telah mendustakan nash-nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Sama saja apakah dia melakukan perbuatan itu ataupun tidak. (Nashihati lin Nisa’, hal. 39)
Namimah adalah dosa besar yang akan menyebabkan pelakunya diazab dalam kuburnya, apabila Allah l tidak mengampuninya. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas c yang masyhur. Disamping itu, namimah adalah perbuatan yang sangat tercela lagi berbahaya, yang akan merusak persahabatan dan persaudaraan. Bahkan namimah bisa merusak kecintaan antara sepasang suami istri, bapak dengan anaknya, atau seseorang dengan saudaranya, serta bisa merusak persaudaraan di antara kaum muslimin. Bahkan peperangan bisa terjadi karena namimah. Oleh karena itulah, Allah l dan Rasul-Nya n mengancam pelakunya tidak akan masuk surga.
Sebagian ulama, seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab t menggolongkan namimah ke dalam jenis sihir. Karena namimah bisa merusak persaudaraan dan kecintaan antara dua pihak, sebagaimana pengaruh yang ditimbulkan sihir. Bahkan sebagian ulama yang lain mengatakan: “Sungguh ahli namimah itu bisa merusak dalam sekejap sebagaimana tukang sihir merusak dalam waktu satu bulan.”
Ummu Abdillah berkata: “Ketahuilah, orang yang melakukan namimah untuk kepentinganmu, maka dia akan melakukan namimah untuk membinasakanmu juga. Oleh karena itu, nasihatilah orang yang berbuat demikian dengan lemah lembut dan pengarahan yang baik berulang kali. Apabila dia tidak mau meninggalkannya maka peringatkanlah saudara-saudaramu darinya. Jauhilah dia, karena Allah l berfirman:
“Apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka mengalihkan pada pembicaraan yang lain. Jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Al-An’am: 68)
Namimah adalah menukil (memindahkan) ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan atau persaudaraan di antara keduanya.
Allah l dan Rasul-Nya n sungguh telah mencela orang yang berbuat namimah dan melarang kita mendengarkan ucapannya. Allah l berfirman:
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.” (Al-Qalam: 10-12)
Rasulullah n bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ
“Tidak akan masuk surga, orang yang qattat (yakni ahli namimah).” (HR. Al-Bukhari dari Hudzaifah z)
Dalam sebuah riwayat dalam Shahih Muslim:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga, ahli namimah.”
Al-Imam Ibnu Katsir t berkata: “Allah l berfirman ﯣ ﯤ , maknanya adalah orang yang berjalan di antara manusia untuk mengadu domba di antara mereka, dengan cara menukil ucapan dengan tujuan merusak hubungan dan persaudaraan di antara mereka. Ini adalah perbuatan yang membinasakan.”
Ummu Abdillah bintu Asy-Syaikh Muqbil t berkata: “Dalil-dalil yang mengandung ancaman seorang muslim tidak akan masuk surga bila melakukan dosa besar (seperti hadits ini, pen.) dipahami bahwa di dalamnya ada sesuatu yang mahdzuf (dibuang). Maksudnya adalah apabila Allah l ingin membalasnya, atau maknanya dia tidak akan masuk surga secara langsung, di mana dia akan diazab sesuai kadar dosanya (apabila Allah l berkehendak, pen.), namun akhirnya ia masuk surga. Sedangkan bila menghalalkannya, maka dia telah kafir karena telah mendustakan nash-nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Sama saja apakah dia melakukan perbuatan itu ataupun tidak. (Nashihati lin Nisa’, hal. 39)
Namimah adalah dosa besar yang akan menyebabkan pelakunya diazab dalam kuburnya, apabila Allah l tidak mengampuninya. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas c yang masyhur. Disamping itu, namimah adalah perbuatan yang sangat tercela lagi berbahaya, yang akan merusak persahabatan dan persaudaraan. Bahkan namimah bisa merusak kecintaan antara sepasang suami istri, bapak dengan anaknya, atau seseorang dengan saudaranya, serta bisa merusak persaudaraan di antara kaum muslimin. Bahkan peperangan bisa terjadi karena namimah. Oleh karena itulah, Allah l dan Rasul-Nya n mengancam pelakunya tidak akan masuk surga.
Sebagian ulama, seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab t menggolongkan namimah ke dalam jenis sihir. Karena namimah bisa merusak persaudaraan dan kecintaan antara dua pihak, sebagaimana pengaruh yang ditimbulkan sihir. Bahkan sebagian ulama yang lain mengatakan: “Sungguh ahli namimah itu bisa merusak dalam sekejap sebagaimana tukang sihir merusak dalam waktu satu bulan.”
Ummu Abdillah berkata: “Ketahuilah, orang yang melakukan namimah untuk kepentinganmu, maka dia akan melakukan namimah untuk membinasakanmu juga. Oleh karena itu, nasihatilah orang yang berbuat demikian dengan lemah lembut dan pengarahan yang baik berulang kali. Apabila dia tidak mau meninggalkannya maka peringatkanlah saudara-saudaramu darinya. Jauhilah dia, karena Allah l berfirman:
“Apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka mengalihkan pada pembicaraan yang lain. Jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Al-An’am: 68)
Dalil Tentang Wakaf
Dalil Tentang Wakaf
Menurut Al-QuranSecara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Menurut Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Jenis Harta Wakaf
Jenis Harta Wakaf
الكاتب Humas |
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyatakan: (1) Harta benda wakaf terdiri dari : a. benda tidak bergerak; dan b. benda bergerak. (2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi : a. uang; b. logam mulia; c. surat berharga; d. kendaraan; e. hak atas kekayaan intelektual; f. hak sewa; dan g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Pengertian, Syarat, Macam, Tujuan, Fungsi Wakaf
Pengertian, Syarat, Macam, Tujuan, Fungsi Wakaf
Pengertian Wakaf Menurut Imam Nawawi
adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk
dirinya sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya
untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Menurut Syaikh Umairah dan Ibnu Hajar al-Haitami, Pengertian Wakaf
ialah menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan
harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari
pemiliknya untuk hal yang dibolehkan.
Imam Syarkhasi mengemukakan pendapatnya mengenai Pengertian Wakaf yaitu menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain.
Pengertian Wakaf Menurut al-Mughni adalah menahan harta di bawah tanganpemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai sedekah.
Menurut Ibnu Arafah, Pengertian Wakaf
ialah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya,
bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya
perkiraan.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, Pengertian Wakaf
merupakan perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya
untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran islam.
Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 mengenai Wakaf, Pengertian Wakaf
adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang mewakafkan harta benda
miliknya) untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
| Syarat – Syarat Wakaf | Menurut Undang-undang No.41 tentang Wakaf, Wakaf dapat dilaksanakan dengan memenuhi Syarat – syarat wakaf sebagai berikut :
1. Syarat Wakaf harus ada Wakif
Dalam
syarat wakaf harus ada wakif. Wakif adalah orang yang mewakafkan harta
benda miliknya. Wakif antara lain meliputi perseorangan, organisasi dan
badan hukum. Syarat perseorangan yaitu dewasa, berakal sehat dan juga
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda
wakaf.
Dalam
syarat wakaf, wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
Dalam
syarat wakaf, wakif badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila
memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
2. Syarat Wakaf harus ada Nadzir
Dalam
syarat wakaf harus ada nadzir. Nadzir adalah orang yang diserahi tugas
pemiliharaan dan pengurusan benda wakaf. Nadzir meliputi perseorangan,
organisasi dan badan hukum.
Dalam syarat wakaf, perseorangan dapat menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratan :
– Warga negara Indonesia
– Beragama islam
– Dewasa
– Amanah
– Mampu secara jasmaniah dan rohani
– Tidak terhalang dalam melakukan perbuatan hukum.
Dalam syarat wakaf, Organisasi dapat menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratan :
– Pengurus organisasi yang bersangkutan dapat memenuhi persyaratan nadzir perseorangan
– Organisasi yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan
Dalam syarat wakaf, Badan hukum hanya dapat menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratan :
– Pengurus badan hukum yang bersangkutan dapat memenuhi nadzir perseorangan.
– Badan hukum Indonesia yang dibentuk bedasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
– Badan hukum yang bersangkutan bergerak di dalam bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan keagamaan.
Menurut
Pasal 219, tata cara wakaf yaitu nadzir harus didaftar pada kantor
Urusan Agama Kecamatan setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis
Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan. Nadzir sebelum
melaksanakan tugasnya, diharuskan mengucapkan sumpah dihadapan kepada
kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya dua orang
saksi dengan isi sumpah wakaf sebagai berikut : “Demi Allah, Saya
bersumpah diangkat untuk menjadi nadzir langsung atau tidak langsung
dengan nama atau dalih apa pun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun
memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya bersumpah, untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tidak
sekali-kali akan menerima langsung dari siapapun juga suatu pemberian
atau janji. Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku nadzir dalam
pengurusan harta wakaf sesuai maksud dan tujuannya.”
3. Syarat Wakaf harus ada Harta Benda Wakaf
Syarat
wakaf harus ada harta benda yang diwakafkan. Harta benda wakaf adalah
benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang
tidak hanya sekali pakai atau bernilai menurut ajaran islam. Harta benda
wakaf diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah.
Harta benda wakaf terdiri atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.
4. Syarat Wakaf harus ada Ikrar Wakaf
Syarat
wakaf harus ada ikrar wakaf. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak
dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya. Ikrar wakaf dilaksanakan
oleh wakil kepada nadzir di hadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf) dengan disaksikan oelha 2 orang saksi, ikrar tersebut dinyatakan
secara lisan dan atau tulisan serta diuangkan dalam akta ikrar wakaf
oleh PPAIW. Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara
lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan
yang tidak dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk kuasanya dengan
surat kuasa yang diperkuat oleh dua orang saksi.
5. Syarat Wakaf harus ada Peruntukan Harta Benda Wakaf
Syarat
wakaf harus ada peruntukan harta benda wakaf. Dalam rangka mencapai
fungsi wakaf dan tujuan wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi :
– Sarana ibadah
– Kegiatan dan prasarana pendidikan serta kesehatan
– Bantuan kepada anak terlantar, fakir miskin, yatim piatu dan beasiswa
– Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
– Kemajuan dan juga kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
6. Syarat Wakaf harus ada Jangka Waktu Wakaf
Syarat
wakaf harus ada jangka waktu wakaf. Pada umumnya para ulama berpendapat
yang diwakafkan zatnya harus kekal. Namun Imam Malik dan golongan
syi’ah Imamiyah menyatakan bahwa wakaf itu boleh dibatasi waktunya.
Golongan
Hanafiyah mensyaratkan bahwa harta yang diwakafkan itu zatnya harus
kekal yang memungkinkan dapat dimanfaatkan terus-menerus.
| Macam Macam Wakaf |
Mengenai macam-macam wakaf di dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun
1977 maupun dalam menjelaskan tidak diatur, di mana dalam peraturan
pemerintah tersebut hanya mengatur wakaf sosial (untuk umum) atas tanah
milik. Macam-macam wakaf lainnya seperti wakaf keluarga tidak termasuk
dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal tersebut untuk menghindari
kekaburan permasalahan perwakafan.
Macam-macam wakaf menurut fiqih, yaitu sebagai berikut :
1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)
Macam-macam
wakaf salah satunya adalah wakaf Ahli. Wakaf ahli merupakan wakaf yang
ditujukan kepada orang-orang tertentu seseorang atau lebih dari satu,
baik keluarga wakif atau bukan, misalnya mewakafkan buku untuk anaknya
yang mampu mempergunakannya, kemudian diteruskan kepada cucu-cucunya.
Macam wakaf ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf
adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
2. Wakaf Umum
Macam-macam
wakaf salah satunya wakaf umum. Wakaf umum ialah wakaf yang sejak
semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan pada
orang-orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan juga dengan amalan wakaf
yang menyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir sampai wakif itu
meninggal dunia. Apabila harta wakaf masih, tetap diambil manfaatnya
sehingga wakaf itu dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan
merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat baik
dalam bidang sosial, pendidikan, kebudayaan, ekonomi serta keagamaan.
Manfaat
wakaf semacam ini jauh lebih besar dibandingkan wakaf ahli dan macam
wakaf ini nampaknya lebih sesuai dengan tujuan wakaf secara umum. Secara
substansinya, wakaf jenis ini merupakan salah satu segi dari cara
membelanjakan harta di jalan Allah SWT. Apabila harta wakaf tersebut
digunakan untuk pembangunan, baik bidang keagamaan maupun perekonomian,
maka manfaatnya sangat terasa untuk kepentingan umum, tidak terbatas
untuk keluarga atau kerabat terdekat.
| Tujuan Wakaf dan Fungsi Wakaf |
Tujuan Wakaf adalah memanfaatkan benda wakaf sesuai dengan dengan fungsinya.
Fungsi
Wakaf adalah mewujudkan suatu potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
7 Fadhilah Sholat Dhuha Yang Harus Diketahui
7 Fadhilah Sholat Dhuha Yang Harus Diketahui
Banyak sekali pilihan shalat sunat yang dapat kita kerjakan untuk menyempurnakan pahala shalat wajib yang telah kita kerjakan. Sebut saja shalat sunat rawatib yang biasa kita kerjakan sebelum dan setelah mengerjakan
shalat lima waktu. Selain shalat sunat rawatib, kita juga mengenal banyak sekali jenis shalat sunat di antaranya adalah Tahiyatul Masjid, Syukrul Wudhu, Tahajud, Witir, serta Dhuha. Yang disebutkan terakhir kerap terlupakan karena meski kita tahu fadhilahnya tapi karena waktu pelaksanaannya bertepatan dengan dimulainya aktivitas harian, maka shalat Dhuha sering tidak dikerjakan.
Ad: Main Facebook dan Twitter Dapat Uang, Pulsa, Sekaligus Sedekah. Caranya..? Silahkan KLIK DI SINI
Ya, shalat Dhuha ialah shalat sunat yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik, yaitu kira-kira setinggi lebih kurang 7 (tujuh) hasta atau sekitar setinggi satu tombak, antara pukul 08.00 pagi sampai dengan masuk waktu Dzuhur (sekitar pukul 11.00 siang).
Shalat Dhuha hukumnya sunat muakad (sangat dianjurkan dan mendekati wajib) karena Rasulullah senantiasa mengerjakannya dan berpesan kepada para sahabat untuk mengerjakannya juga. Shalat Dhuha juga merupakan wasiat Rasul kepada umatnya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. “Abu Hurairah r.a. menceritakan, ‘Kekasihku Rasulullah Saw. memberi wasiat kepadaku dengan tiga hal yang tidak pernah kutinggalkan hingga meninggal dunia: shaum tiga hari dalam sebulan, dua rakaat shalat Dhuha, dan hanya tidur setelah melakukan shalat Witir” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Tentu saja, Rasulullah Saw. tidak akan mengistimewakan shalat Dhuha tanpa alasan. Berikut beberapa fadhilah atau keutamaan shalat Dhuha yang menjadikannya begitu istimewa di mata Rasullah Saw.
Pertama, shalat Dhuha merupakan ekspresi terima kasih kita kepada Allah Swt. atas nikmat sehat bugarnya setiap sendi dalam tubuh kita. Menurut Rasulullah Saw., setiap sendi dalam tubuh kita yang jumlahnya 360 ruas setiap harinya harus diberi sedekah sebagai makanannya.
“Pada setiap manusia diciptakan 360 persendian dan seharusnya orang yang bersangkutan (pemilik sendi) bersedekah untuk setiap sendinya.” Lalu, para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah Saw., siapa yang sanggup melakukannya?” Rasulullah Saw. menjelaskan, “Membersihkan kotoran yang ada di masjid atau menyingkirkan sesuatu (yang dapat mencelakakan orang) dari jalan raya, apabila ia tidak mampu maka shalat Dhuha dua rakaat dapat menggantikannya.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
Kedua, shalat Dhuha merupakan wahana pengharapan kita akan rahmat dan nikmat Allah Swt. sepanjang hari yang akan dilalui, entah berupa nikmat fisik maupun materi. Rasulullah Saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas melakukan shalat empat rakaat pada pagi hari, yaitu shalat Dhuha, niscaya nanti akan Kucukupi kebutuhanmu hingga sore harinya.’” (H.R. Al-Hakim dan At-Tabrani)
Lebih dari itu, momen shalat Dhuha merupakan saat kita mengisi kembali semangat hidup baru. Kita berharap semoga hari yang akan kita lalui menjadi hari yang lebih baik dari hari kemarin. Di sinilah ruang kita menanam optimisme hidup. Kita tidak sendiri menjalani hidup ini. Ada Sang Maharahman yang senantiasa akan menemani kita dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ketiga, shalat Dhuha sebagai pelindung untuk menangkal siksa api neraka di hari pembalasan (kiamat) nanti. Hal ini ditegaskan Nabi Saw. dalam haditsnya, “Barangsiapa melakukan shalat Fajar, kemudian ia tetap duduk di tempat shalatnya sambil berdzikir hingga matahari terbit dan kemudian ia melaksanakan shalat Dhuha sebanyak dua rakaat, niscaya Allah Swt. akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh atau membakar tubuhnya.” (H.R. Al-Baihaqi)
Keempat, bagi orang yang merutinkan shalat Dhuha, niscaya Allah mengganjarnya dengan balasan surga. Rasulullah Saw. bersabda, “Di dalam surga terdapat pintu yang bernama Bab Adh-Dhuha (Pintu Dhuha) dan pada hari kiamat nanti ada yang akan memanggil, ‘Dimana orang yang senantiasa mengerjakan shalat Dhuha? Ini pintu kamu, masuklah dengan kasih sayang Allah.’” (H.R. At-Tabrani)
Kelima, pahala shalat Dhuha setara dengan pahala ibadah haji dan umrah. “Dari Abu Umamah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan umrah.’” (Shahih Al-Targhib: 673). Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa, “Nabi Saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang mengerjakan shalat Fajar (Shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha), ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna.’” (Shahih Al-Jami: 6346)
Keenam, tercukupinya kebutuhan hidup. Orang yang gemar melaksanakan shalat Dhuha ikhlas karena Allah akan tercukupi rezekinya. Hal ini dijelaskan Rasulullah Saw. dalam hadits qudsi dari Abu Darda. Firman-Nya, “Wahai Anak Adam, rukuklah (shalatlah) karena aku pada awal siang (shalat Dhuha) empat rakaat, maka aku akan mencukupi (kebutuhan)mu sampai sore hari.” (H.R. Tirmidzi)
Ketujuh, memperoleh ghanimah (keuntungan) yang besar. Dikisahkan, Rasulullah mengutus pasukan muslim berperang melawan musuh Allah. Atas kehendak Allah, peperangan pun dimenangkan dan pasukan tersebut mendapat harta rampasan yang berlimpah. Orang-orang pun ramai membicarakan singkatnya peperangan yang dimenangkan dan banyaknya harta rampasan perang yang diperoleh. Kemudian Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa ada yang lebih utama dan lebih baik dari mudahnya memperoleh kemenangan dan harta rampasan yang banyak yaitu shalat Dhuha.
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash ia berkata, Rasulullah Saw. mengirim pasukan perang. Lalu, pasukan itu mendapat harta rampasan perang yang banyak dan cepat kembali (dari medan perang). Orang-orang pun (ramai) memperbincangkan cepat selesainya perang, banyaknya harta rampasan, dan cepat kembalinya mereka. Maka, Rasulullah Saw. bersabda, ‘Maukah aku tunjukan kepada kalian sesuatu yang lebih cepat dari selesai perangnya, lebih banyak (memperoleh) harta rampasan, dan cepatnya kembali (dari medan perang)? (Yaitu) orang yang berwudhu kemudian menuju masjid untuk mengerjakan shalat sunat Dhuha. Dialah yang lebih cepat selesai perangnya, lebih banyak (memperoleh) harta rampasan, dan lebih cepat kembalinya.’” (H.R. Ahmad)
KISAH NABI YAHYA
KISAH NABI YAHYA
Allah SWT berfirman:"Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya seraya berkata: 'Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa. Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): 'Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (QS. Ali 'Imran: 38-39)
"Hai Yahya, ambilah al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih anak-anak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa, dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong dan durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia diiahirkan, dan pada hari itu ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan kembali." (QS. Maryam: 12-15)
"Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (memperoleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia." (QS. Maryam: 7)
Inilah Yahya seorang Nabi yang Allah SWT bersaksi bahwa sebelumnya tak seorang pun yang serupa dengannya. Yaitu seorang Nabi yang Allah SWT berkata tentangnya:
"Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami." (QS. Maryam: 13)
Sebagaimana Khidir diberi ilmu dari sisi Allah SWT, maka Yahya diberi rasa cinta dari sisi Allah SWT. Al-Hanan ialah ilmu yang luas yang terkandung di dalamnya sesuatu kecintaan yang dalam terhadap makhluk dan alam. Hanan ialah salah satu dari tingat cinta vang bersumber dari ilmu. Yahya adalah seorang Nabi yang menjadi cermin dari ibadah, zuhud, dan cinta. Nabi Yahya mengungkapkan cinta kepada semua makhluk. Ia dicintai oleh manusia, burung-burung, binatang buas, bahkan gurun dan gunung. Darah Nabi Yahya tertumpah ketika beliau berusaha mempertahankan kebenaran yang disampaikannya di istana raja yang lalim. Peristiwa tragis itu berkaitan dengan seorang penari pelacur. Para ulama banyak menyebutkan keutamaan Yahya. Yahya hidup sezaman dengan Nabi Isa dan termasuk kerabat dekatnya dari sisi ibu (anak bibinya).
Ada hadis yang meriwayatkan bahwa Yahya dan Isa pernah bertemu pada suatu hari. Lalu Isa berkata kepada Yahya, mintakanlah ampun bagiku wahai Yahya. Sesungguhnya engkau lebih baik daripada aku. Yahya berkata: "Mintakanlah ampun bagiku wahai Isa karena engkau lebih baik daripada aku." Isa berkata: "Tidak, engkaulah yang lebih baik daripada aku. Engkau mengucapkan salam kepadaku sedangkan Allah SWT mengucapkan salam kepadamu." Kisah tersebut menunjukkan keutamaan Yahya ketika Allah S"WT menyampaikan salam kepadanya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia mati, dan pada hari ia dibangkitkan kembali dalam keadaan hidup. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah pergi dan menemui para sahabatnya. Pada suatu hari, beliau mendapau mereka sedang menyebut-nyebut keutamaan para nabi. Ada yang mengatakan, Musa kalimullah (seorang nabi yang diajak bicara oleh Allah SWT). Ada yang mengatakan, Isa ruhullah (tiupan ruh Allah SWT). Dan ada juga yang mengatakan, Ibrahim khalilullah (seorang kekasih Allah SWT).
Demikianlah para sahabat berbicara tentang para nabi lalu Rasulullah saw menemui mereka. Ketika Rasul saw mendapati mereka tidak menyebut nama Yahya, beliau berkata: "Di manakah putra seorang syahid yang mendapatkan banyak penderitaan, yang memakan pohon karena takut dosa, di manakah Yahya bin Zakaria."
Sementara itu, datanglah musim semi di Palestina dan bumi tampak semakin menghijau dan langit semakin terang. Bulan dengan cahayanya menembus puncak-puncak pohon dan kebun. Bunga-bunga mawar dan jeruk semakin berkembang dan baunya tersebar ke udara. Dan burung-burung yang sedang berterbangan tampak bernyanyi dan melantunkan lagu-lagu kegembiraan di tengah-tengah suasana yang ceria dan penuh keindahan.
Kemudian lahirlah Yahya. Kelahiran Yahya dipenuhi banyak mukjizat. Beliau lahir pada saat ayahnya Zakaria berusia lanjut sehingga tampak seakan-akan ia putus asa karena tidak akan mempunyai keturunan. Beliau lahir melalui doa yang suci yang bersumber dari hati Nabi Zakaria yang suci dan tulus. Nabi Yahya lahir di tengah-tengah masa yang dipenuhi dengan puncak kesucian sebagaimana juga dihiasi dengan puncak kelaliman. Maryam adalah simbol puncak kesucian di zamannya. Mihrabnya penuh dengan bau yang harum yang memancarkan kalimat-kalimat salat yang terus menerus dan zikir yang bersumber dari hati yang suci. Mesjid tampak dipenuhi dengan gelombang orang-orang yang salat dan orang-orang mukmin yang berzikir. Namun nun jauh di sana kelaliman tetap membunyikan genderangnya.
Yahya dilahirkan dan masa kecilnya tidak seperti lazimnya masa yang dilalui oleh anak-anak. Umumnya anak-anak saat itu bermain hal-hal yang tidak berguna, sedangkan Yahya tampak serius sejak beliau kecil. Anak-anak kecil saat itu merasa senang dan terhibur ketika mereka menyiksa binatang, sementara Yahya justru memberi makan bintang-binatang dan burung dari makanannya sebagai bentuk belas kasihan darinya, bahkan terkadang Yahya sendiri makan dari daun-daun pohon atau buahnya. Ketika beliau menginjak usia dewasa, maka cahaya wajahnya semakin bersinar dan hatinya penuh dengan hikmah dan cinta kepada Allah SWT serta kedamaian. Yahya adalah seseorang yang menyukai membaca sejak usia dini. Beliau rajin membaca dan menggali ilmu. Ketika beliau masih kecil, Allah SWT memanggilnya: "Hai Yahya, ambilah al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih anak-anak."
Yahya mendapatkan perintah—saat beliau masih kecil—untuk mengambil Kitab dengan kekuatan. Yakni, hendaklah ia belajar kitab dengan penuh ketelitian, Yaitu kitab syariat. Allah SWT memberinya kemampuan untuk mengetahui syariat dan memutuskan perkara manusia saat beliau masih kecil. Yahya adalah orang yang paling alim di zamannya dan paling banyak menerima hikmah. Beliau mempelajari syariat secara sempurna. Oleh karena itu, Allah SWT memberinya kekuasaan saat beliau masih kecil. Beliau mampu menyelesaikan persoalan di antara manusia dan menjelaskan mereka rahasia-rahasia agama, bahkan beliau mengenalkan merekajalan kebenaran dan mengingatkan mereka dari jalan kesalahan atau kebatilan. Kemudian Yahya semakin dewasa dan ilmunya makin bertambah serta kasih sayangnya pun makin meningkat, baik kepada kedua orang tuanya maupun kepada binatang. Kasih sayang Nabi Yahya meliputi segala sesuatu.
Beliau mengajak manusia untuk bertaubat dari dosa mereka; beliau memandikan mereka di sungai Jordania agar mereka menyucikan diri mereka dengan taubat; beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Di sana tidak terdapat seseorang yang ridak. suka kepada Yahya atau menginginkan keburukan baginya. Yahya adalah seseorang yang sangat dicintai oleh masyarakatnya karena ia memang seorang yang penyayang, seorang yang bertakwa, seorang yang alim, dan seorang yang berbudi mulia. Beliau keluar dan pergi ke gunung dan kebun bahkan gurun dan tinggal di dalamnya selama berbulan-bulan untuk menyembah Allah SWT dan menangis di hadapan-Nya serta salat. Beliau merasakan kedamaian di daratan, bahkan beliau tidak memperhatikan makanannya. Beliau makan dari daun-daun pohon dan minum dari air sungai. Bahkan beliau makan belalang dan juga rumput. Beliau tidur di gua mana pun yang ditemuinya di gunung dan lubang mana pun yang didapatinya di bumi.
Terkadang beliau masuk di suatu gua gunung lalu beliau menemukan binatang buas di dalamnya seperti serigala atau singa namun karena kesibukannya dan konsentrasinya saat berzikir kepada Allah SWT dan salat sehingga beliau tidak lagi memperhatikan serigala atau singa. Serigala dan singa itu melihat Nabi Yahya lalu mereka mengetahui bahwa ini adalah seorang Nabi Allah SWT yang sangat berbelas kasih kepada binatang, maka binatang-binatang buas itu menundukkan kepalanya dan meninggalkan tempat itu dengan tenang sehingga Nabi Yahya tidak mendengar suara mereka.
Pada kesempatan yang lain, Nabi Yahya memberi makan binatang-binatang buas dengan penuh kasih sayang. Bahkan beliau tidak makan di malam harinya karena makanannya diberikan kepada binatang-binatang itu. Beliau merasa puas saat menjadikan salat dan zikir sebagai makanan dari hatinya sebelum beliau memberi makanan pada tubuhnya. Beliau makan dari daun-daun pohon. Beliau bermalam atau bergadang dalam keadaan air matanya berlinangan saat berzikir kepada Allah SWT dan tenggelam dalam lautan cinta dan bersyukur kepada-Nya. Ketika Nabi Yahya berdiri di depan manusia untuk mengajak mereka menyembah Allah SWT, maka beliau mampu membuat mereka menangis karena cinta dan khusuk. Beliau mampu mempengaruhi hati mereka dengan kebenaran yang dibawanya dan beliau menampakkan bahwa beliau memang dekat dengan Allah SWT.
Pada suatu hari, Nabi Yahya keluar menemui manusia. Mesjid tampak ramai dipenuhi orang-orang. Nabi Yahya berdiri dan beliau mulai berbicara: "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan aku untuk menyampaikan kalimat-kalimat yang telah aku kerjakan dan aku telah memerintahkan kalian untuk juga mengerjakannya. Hendaklah kalian menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya. Barangsiapa yang menyekutukan Allah SWT dan menyembah selain-Nya, maka ia seperti seorang budak yang dibeli oleh majikannya lalu ia bekerja dan memberikan tenaganya kepada tuan selain tuannya. Siapakah di antara kalian yang ingin memiliki budak seperti itu. Dan aku memerintahkan kalian untuk melaksanakan salat. Sesungguhnya Allah SWT melihat hamba-Nya saat ia salat. Oleh karena itu, jika kalian salat, maka hendaklah kalian berusaha untuk khusuk. Aku pun memerintahkan kalian untuk berpuasa, maka siapa yang melakukan demikian, maka ia seperti seseorang lelaki yang mempunyai bingkisan dari misik yang baunya harum. Setiap lelaki ini berjalan, maka akan terpancarlah bau harum misik darinya. Aku pun memerintahkan kalian agar banyak melakukan zikir kepada Allah SWT, maka orang seperti itu seperti seorang lelaki yang dicari-cari oleh musuhnya lalu ia segera berlindung dalam benteng yang kuat. Dan benteng yang paling kuat adalah zikrullah dan tiada keselamatan tanpa benteng itu."
Nabi Yahya mengakhiri nasihatnya lalu ia turun dari mimbar dan kembali ke gurun. Di gurun itu hanya terdapat pasir yang berterbangan dan tiada suara lain selain suara angin dan napas pohon serta suara kaki-kaki binatang buas dan gerakan batu-batu gunung. Di sanalah Yahya berdiri di tengah-tengah kesunyian ini. Beliau melaksanakan salat dan menangis.
Kemudian terjadilah pergulatan hebat antara Nabi Yahya dan pemerintah yang berkuasa. Salah seorang penguasa di zaman itu adalah seorang yang lalim dan sempit akalnya. Kerusakan tersebar di istananya. Ia mendengar berita tentang Yahya. Ia heran karena banyaknya manusia yang memberikan penghargaan dan penghormatan yang luar biasa kepada Yahya sedangkan ia sebagai seorang raja tidak mendapatkan penghormatan yang demikian besar.
Raja tersebut ingin memperkosa istri saudaranya di mana ia mempunyai anak perempuan yang memiliki kecantikan yang terkenal. Dalam cerita disebutkan bahwa anak perempuan itu mampu melakukan tarian yang mengagumkan sambil memakai tujuh helai baju. Setiap ia menari, maka terlepaslah setiap baju yang dipakainya dan pada tarian yang terakhir, ia tampak dalam keadaan telanjang.
Raja bertanya kepada Yahya, apakah ia boleh menikahi istri saudaranya. Yahya menjawab, itu tidak diperbolehkan. Raja tetap berbicara kepada Yahya dan mendesak kepadanya agar membolehkannya menikah dengan wanita yang disukainya itu, dan hendaklah Yahya mencari solusi atau fatwa yang sangat memuaskannya. Namun Yahya menolak keras untuk memenuhi permintaan raja itu. Kemudian Yahya pun meninggalkannya. Akhirnya, raja tampak marah kepada Yahya dan memerintahkan agar Yahya dipenjara. Kemudian raja itu pun memperkosa istri saudaranya. Anak perempuan wanita itu yang suka menari telah melihat Yahya saat ia berbicara dengan raja. Anak perempuan itu sangat tertarik akan ketampanan Yahya dan keagungan kepribadiannya.
Ringkasnya, wanita yang ahli menari itu pun merasa jatuh cinta kepada Yahya. Ia pergi menemui Yahya di penjaranya dan ia melihat Yahya dalam keadaan duduk salat dan menangis. Wanita itu terus mengawasi Yahya saat beliau salat sampai selesai. Lalu ia meletakkan dirinya di bawah kaki Yahya dan memintanya agar mencintainya sebagaimana ia mencintai Yahya. Yahya menjawab bahwa di dalam hatinya tidak ada cinta lain selain cinta kepada Allah SWT. Wanita itu pun bangkit dari tempatnya dalam keadaan putus asa. Ia meninggalkan Yahya dalam keadaan hatinya dipenuhi kebencian padanya. Ia kembali ke istana raja.
Waktu Isya telah berakhir. Raja mulai meminum minuman kesukaannya, yaitu khamr. Wanita itu memberikan minum kepada raja. Saking banyaknya raja minum, sampai-sampai raja merasa bahwa kepalanya seperti balon besar dan ia sebentar lagi akan terbang. Di sanalah wanita penari itu segera memakai pakaian tarian dan kembali kepada raja. Raja melihatnya dan ia merasa kepalanya bertambah besar dan wanita itu mulai menari. Lalu dipukullah rebana dan berbagai alat musik sehingga wanita itu tampak menari dan menikmati tariannya. Pada tarian ketujuh ia berhenti lalu membuka wajahnya sambil berkata kepada raja: "Wahai tuanku, aku ingin bertanya sedikit kepadamu." Raja yang sedang mabuk itu berkata: "Segala sesuatu yang engkau inginkan akan kuberikan kepadamu sekarang juga." Wanita itu berkata: "Aku menginginkan kepala Yahya bin Zakaria."
Mendengar perkataan itu, raja segera sadar dari mabuknya lalu ia merasakan ketakutan. Ia berkata kepadanya: "Mintalah kepadaku yang lain saja." Wanita itu berkata: "Aku menginginkan darah Yahya bin Zakaria." Wanita ini adalah simbol keburukan. Raja berkata sambil minum minuman keras yang keempat kalinya setelah empat puluh kali: "Bunuhlah Yahya!" Akhirnya, pemimpin pasukan raja mengeluarkan perintah kepada anak buahnya untuk menghabisi Yahya. Kemudian Yahya menemui ajalnya secara tragis dan meneguk madu syahadah.
Injil Mata pada pasal yang keempat belas menyebutkan suatu riwayat sebagai berikut:
"Hirdus telah menangkap Yuhana lalu ia menjebloskan ke dalam penjara karena Hirduya istri dari saudaranya. Sebab Yuhana berkata kepadanya, engkau tidak boleh mengambilnya sebagai istrimu. Ia ingin membunuh Yuhana tetapi ia khawatir terhadap reaksi masyarakat karena mereka menganggapnya sebagai seorang Nabi. Ketika diadakan acara kelahiran Hirdus salah seorang perempuan anak dari Hirduya menari di tengah-tengah para hadirin sehingga Hirdus merasa kagum, karenanya kemudian ia bersumpah bahwa apa pun yang diminta penari itu akan diturutinya. Wanita itu berkata: "Berikanlah kepadaku kepala Yuhana." Sebetulnya raja itu keberatan tetapi ia sudah terlanjur bersumpah dan disaksikan orang-orang di sekitarnya, maka ia pun memerintahkan agar perrnintaan wanita itu dituruti. Kemudian kepala Yuhana dikirim dari penjara, dan diberikan kepada gadis itu, lalu gadis itu membawanya kepada ibunya."♦
Langganan:
Postingan (Atom)