Jumat, 19 Mei 2017

Perbedaan musyrik dengan kafir

Perbedaan musyrik dengan kafir

Kekafiran adalah menolak kebenaran dan menutupinya karena makna dasar kekafiran dalam bahasa Arab adalah menutupi. Sedangkan kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah. Kekafiran bisa timbul karena menentang dan mendustakan sedangkan orang musyrik itu beriman kepada Allah. Inilah perbedaan mendasar antara orang kafir dan orang musyrik.
Akan tetapi terkadang digunakan kata kekafiran dengan pengertian kemusyrikan dan kemusyrikan dengan pengertian kekafiran. Jadi maknanya bisa ditukar tukar.
An Nawawi mengatakan, “Istilah kekafiran dan kemusyrikan terkadang digunakan dalam pengertian kafir kepada Allah. Namun kedua kata tersebut terkadang maknanya berbeda. Kemusyrikan dikerucutkan dalam pengertian beribadah kepada patung atau makhluk lainnya diiringi pengakuan dan keimanan kepada Allah. Dalam kondisi ini kekafiran itu lebih luas cakupannya dari pada kemusyrikan” (Syarh Shahih Muslim 2/71).
Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Kekafiran adalah menolak kebenaran dan menutupinya semisal orang yang menolak kewajiban sholat, zakat, puasa di bulan Ramadhan, berhaji bagi yang mampu, wajibnya berbakti kepada orang tua dan semisalnya. Contoh lainnya adalah orang yang menolak keharaman zina, minum minuman yang memabukkan, durhaka kepada kedua orang tua dan lain-lain.
Sedangkan kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah semisal meminta tolong agar kesusahan yang dia alami hilang kepada orang yang sudah mati atau orang yang masih hidup namun beda tempat, kepada jin, patung, benda angkasa dan lain-lain, menyembelih hewan untuk makhluk-makhluk tersebut dan bernadzar untuknya. Akan tetapi orang kafir boleh disebut musyrik dan orang musyrik boleh disebut kafir sebagaimana dalam QS al Mukminun:117, al Maidah: 72, Fathir: 13-14. Dalam QS Fathir: 13-14 Allah menyebut doa kepada selain Allah sebagai kemusyrikan sedangkan dalam surat al Mukminun disebut sebagai kekafiran.
Dalam QS at Taubah: 32-33 Allah sebut orang-orang kafir dengan sebutan orang kafir dan orang musyrik. Hal ini menunjukkan bahwa orang kafir bisa disebut musyrik dan musyrik bisa disebut kafir. Ayat dan hadits yang menunjukkan demikian banyak sekali.
Dalil lainnya adalah sabda Nabi, “Garis pemisah antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR Muslim dari Jabir bin Abdillah). Nabi juga bersabda, “Poin pembeda antara kami dengan mereka adalah shalat. Siapa saja yang meninggalkannya maka dia kafir” (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah bin Hushaiyyib)” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 9/174-175).
Ibnu Baz juga mengatakan, “Diantara kemusyrikan adalah beribadah kepada selain Allah secara totalitas. Hal ini disebut kemusyrikan juga disebut kekafiran. Siapa saja yang cuek dari Allah secara total dengan beribadah kepada selain Allah semisal pohon, batu, patung, jin dan sebagian orang yang sudah mati tepatnya yang disebut wali. Beribadah kepada wali, shalat dan puasa untuknya serta melupakan Allah secara total adalah kekafiran dan kemusyrikan yang sangat besar. Demikian pula orang yang mengingkari keberadaan Allah dan mengatakan tidak ada yang namanya tuhan karena hidup hanyalah alam materi saja semisal komunis atheis yang mengingkari adanya tuhan, mereka adalah manusia yang paling kafir dan paling sesat serta paling besar kemusyrikan dan kesesatannya.
Intinya pemilik keyakinan-keyakinan di atas dan semisalnya disebut orang musyrik juga bisa disebut orang yang kafir kepada Allah. Karena ketidaktahuannya ada orang yang melakukan kesalahan fatal dengan menamai tindakan berdoa meminta-minta kepada orang yang sudah mati wasilah dan dikira hukumnya adalah boleh. Ini adalah kesalahan yang fatal karena perbuatan ini termasuk kemusyrikan kepada Allah yang paling besar meski sebagian orang yang bodoh atau musyrik menyebutnya wasilah. Perbuatan tersebut adalah ibadahnya orang-orang musyrik yang Allah cela. Bahkan Allah kirim para rasul dan turunkan berbagai kitab suci untuk mengingkarinya dan mengingat bahaya perbuatan tersebut” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 4/32-33).
Orang Yahudi dan Nasrani adalah orang kafir sekaligus musyrik. Disebut kafir karena mereka menolak kebenaran dan mendustakannya dan disebut orang musyrik karena mereka beribadah kepada selain Allah.
Dalam surat at Taubah: 31, orang Yahudi dan Nasrani disebut musyrik sedangkan dalam surat al Bayyinah disebut kafir.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyanggah orang yang berpandangan bahwa istilah musyrik itu tidak mencakup Yahudi dan Nasrani dengan mengatakan, “Yang lebih dekat kepada kebenaran Yahuda dan Nasrani itu termasuk musyrik karena mereka itu musyrik sekaligus kafir tanpa ragu. Oleh karena itu Yahudi dan Nasrani dilarang masuk Masjidil Haram, QS at Taubah: 28.
Andai Yahudi dan Nasrani tidak termasuk musyrik tentu saja QS at Taubah: 28 tidak berlaku untuk mereka. Setelah menyebutkan keyakinan yang dimiliki oleh Yahudi dan Nasrani dalam QS at Taubah: 31 Allah sebut mereka sebagai orang musyrik karena Yahudi berkeyakinan bahwa Uzair adalah putra Allah sebagaimana Nasrani berkeyakinan bahwa Isa adalah putra Allah. Yahudi dan Nasrani juga menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allah. Ini semua termasuk kemusyrikan yang sangat jelek. Ayat yang menjelaskan hal ini sangatlah banyak” (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 4/274).

0 komentar:

Posting Komentar

 

PERINTAH AGAMA ISLAM Template by Ipietoon Cute Blog Design