larangan membuka aurat
Agama Islam, agama yang memuliakan manusia. Peemuliaan itu tercermin
dalam seluruh ajaran-ajarannya. Diantara contoh kecilnya adalah perintah
menutup aurat, yang disebutkan oleh Allâh Azza wa Jalla sebagai
tindakan menghias diri. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasan kalian pada setiap (memasuki) masjid ! [al-A’râf/7:31]
Yang dimaksud dengan ‘perhiasan’ dalam ayat ini adalah pakaian yang
menutupi aurat, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu,
Mujâhid rahimahullah dan yang lainnya.[1]
Sungguh pakaian merupakan penghias bagi manusia. Ia juga merupakan
tanda kemajuan sebuah peradaban, tingginya kemuliaan serta lambang
kesopanan. Sebaliknya ‘tak berpakaian’ merupakan salah satu indikasi
budaya masyarakat primitif, tanda kehinaan serta merosotnya derajat
manusia hingga serendah hewan atau bahkan lebih hina darinya.
Oleh karenanya, setan selalu menggoda manusia agar menanggalkan
pakaian, penutup auratnya, sementara Allâh Azza wa Jalla mewanti-wanti
agar manusia tidak tertipu dengan godaan syaitan. Renungkanlah
firman-Nya :
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ
أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا
لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا
Wahai anak cucu Adam ! Janganlah kalian tertipu oleh setan !
sebagaimana dia telah mengeluarkan ibu bapak kalian dari surga, dengan
menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya.
[al-A’râf/7:27]
Dan disamping Islam memberikan perintah menutup aurat, Islam juga
mengeluarkan larangan membuka aurat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّا نُهِيْنَا أَنْ تُرَى عَوْرَاتُنَا
Sesungguhnya kami dilarang bila aurat kami terlihat.[2]
Dari uraian diatas, kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa Islam
memerintahkan menutup aurat, dan melarang mengumbarnya. Dan yang perlu
dicamkan yaitu tidaklah Islam memerintahkan sesuatu melainkan pasti ada
bahaya bila perintah itu ditinggalkan, sebaliknya Islam tidak akan
melarang dari sesuatu melainkan karena ada bahaya bila dilakukan.
Begitu pula dalam tindakan mengumbar aurat atau tidak menutupnya,
terdapat banyak sekali bahaya yang ditimbulkannya, baik bahaya yang
dirasakan di dunia ini maupun bahaya yang akan dirasakan di akhirat
nanti, baik bahaya tersebut hanya berdampak pada individu pelakunya atau
bahaya menjalar ke anggota masyarakat luas.
Diantara bahaya-bahaya tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kanker Kulit Melanoma
Sebuah majalah kesehatan dari Inggris menyebutkan, bahwa kanker
mematikan ‘melanoma’ yang merupakan jenis kanker yang dulu paling jarang
ditemukan, sekarang jumlahnya terus bertambah di kalangan pemudi pada
usia dini, dan sebab utama menyebarnya kanker ini adalah mewabahnya
pakaian-pakaian mini yang menjadikan para wanita terpapar oleh radiasi
matahari dalam waktu panjang selama bertahun-tahun, dan stoking yang
tranparan tidak dapat melindungi kulit dari terkena kanker ini.[3]
2. Menyeret Pelakunya Semakin Jauh Dari Syariat Dan Akhlak
Ini merupakan keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, karena mengumbar
aurat merupakan dorongan dan tuntutan hawa nafsu, semakin dituruti ia
akan semakin menuntut lebih dari sebelumnya. Berawal dari suka
memamerkan wajah, lalu rambut, lalu leher, lalu pundak dan seterusnya,
hingga akhirnya orang tersebut akan menanggalkan syariat dan akhlaknya,
bersamaan dengan ditanggalkannya pakaiannya.
3. Hilangnya Rasa Malu Dari Pengumbar Aurat
Setiap orang yang mengumbar aurat, awalnya pasti dia merasa malu -secara
fitrah-. Namun karena dorongan hawa nafsu yang lebih kuat, ia abaikan
rasa malu tersebut. Lalu lambat laun rasa malu itu akan melemah dan
terus melemah, sampai akhirnya hilang sama sekali. Jika rasa malu sudah
sirna, bahkan bisa jadi rasa malu itu berubah menjadi rasa bangga dengan
pebuatannya yang memamerkan aurat, iyâdzan billâh. Sungguh sirnanya
rasa malu merupakan kerugian yang sangat besar, karena rasa malu
merupakan kebaikan yang agung dan bagian dari keimanan, sebagaimana
sabda-sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
Malu itu semuanya baik[4]
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
Rasa malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan[5]
وَالحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Dan rasa malu merupakan cabang dari iman[6]
4. Orang Yang Mengumbar Auratnya Akan Selalu Diperbudak Oleh Nafsunya
Karena dengan mengumbar auratnya, ia akan terpaksa harus melakukan
hal-hal yang sebelumnya tidak perlu ia lakukan, seperti: memberikan
perlindungan ekstra untuk kulitnya dari sengatan sinar UV matahari,
memberikan perawatan khusus agar kulitnya terlihat putih bercahaya,
mengikuti mode gaya barat mulai dari rambut hingga bawah kakinya, dan
melakukan segala usaha agar ia dikatakan menarik dan mempesona. Ini
semua disamping merugikan dari sisi finansial, juga mendatangkan banyak
bahaya dan dosa.
Ironis memang keadaan mereka, merasa berat dan enggan menjadi hamba
Allâh padahal Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kenikmatan yang
sangat banyak kepadanya. Namun mereka malah bersusah-payah menjadikan
dirinya sebagai budak setan dan hawa nafsunya. Inilah sebabnya mengapa
wanita yang mengumbar auratnya terkesan murahan dan rendahan. Mereka
mengira dihormati padahal direndahkan. Lihatlah, bagaimana mereka
disandingkan dengan barang dagangan, atau sebagai penghiasnya, atau
penglarisnya! Karena memang ketika itu ia menjadi budak setan dan
nafsunya, serta enggan menjadi hamba Allâh Yang Maha Mulia.
5. Melalaikannya Dari Pekerjaan Rumahnya.
Dampak ini berlaku terutama bagi kaum wanita yang memang seharusnya
banyak menyibukkan dirinya di rumahnya, sebagaimana firman-Nya :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Menetaplah di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian ber-tabarruj
(berdandan) ala wanita-wanita jahiliyah dahulu. [al-Ahzâb/33:33]
Jika perintah dalam ayat ini ditujukan kepada para isteri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal ketakwaan dan keshalehan mereka
sangat tinggi, maka tentunya wanita-wanita yang derajatnya di bawah
mereka lebih pantas mendapatkan perintah ini.
Ayat ini juga mengisyaratkan adanya keterkaitan yang sangat erat
antara ‘berdandan ala jahiliyah’ dengan seringnya wanita keluar rumah,
karena tidaklah ia berdandan ala jahiliyah kecuali karena ingin mendapat
perhatian orang lain, dan perhatian tidak akan ia dapatkan kecuali
dengan keluar rumah. Dan bila wanita sering keluar rumah, tentunya
banyak pekerjaan rumahnya yang akan terbengkalai, sehingga kehidupan
rumah tangga tidak berjalan seimbang sebagaimana mestinya.
6. Lebih Mementingkan Berhias Di Depan Orang Lain, Daripada Berhias Untuk Suaminya
Efek buruk ini berlaku khusus bagi kaum wanita yang bersuami. Seorang
wanita tidak mungkin berhias sepanjang waktu, karena jika ia harus
sepanjang waktu, tentu hal itu akan sangat melelahkannya dan memakan
waktu yang tidak sedikit. Sehingga hanya ada dua pilihan baginya yaitu
antara berdandan saat keluar rumah atau berdandan untuk suaminya saat di
rumahnya. Pilihan pertama tidak mungkin ditinggalkan karena itu
menurutnya akan memalukan atau menjadikannya kurang menarik di mata
orang lain.
Berbeda bila ia tidak mengumbar auratnya, ia akan memilih pilihan
kedua, karena ia tahu bahwa kecantikannya adalah hak istimewa suaminya,
dan ia tetap nyaman keluar rumah tanpa dandan ala jahiliyah, karena baju
dan hijabnya menutupi bagian tubuh yang harus ditutupinya.
7. Menjadikan Manusia Tersibukkan Oleh Syahwat Farjinya
Ini merupakan dampak yang paling terlihat dan terasa di zaman ini,
bahkan di masyarakat Muslim sekalipun. Ketika tindakan mengumbar aurat
telah merajalela di tengah-tengah mereka, maka hal itu akan berdampak
langsung pada tersibukkannya mereka oleh nafsu syahwatnya.
Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri dan tidak terbatas pada usia
remaja saja, tapi juga terjadi pada mereka yang sudah berumur, tidak
juga terbatas pada mereka yang berduit dan berpangkat tinggi. Beberapa
kali kita mendengar berita seorang bapak miskin menggauli putrinya, atau
kakek melarat menggauli cucunya, atau seorang suami membunuh
selingkuhannya karena takut tercium tindakan busuknya. Sungguh ini
merupakan kemerosotan akhlak dan moral yang luar biasa.
Kemerosotan moral ini juga akan berpengaruh buruk pada keamanan
masyarakat. Coba kita bayangkan, apa yang akan terjadi bila pihak
keluarga korban akhirnya main hakim sendiri ?! Bayangkan pula bagaimana
kekhawatiran masyarakat terhadap kehormatan putri-putrinya, bukankah ini
akan menggerus rasa aman dari hati para orang tua ?!
8. Turunnya Mutu Pendidikan
Sekarang ini, di banyak daerah dalam negeri kita, pemuda dan pemudi
merasa malu dan rendah diri bila belum atau tidak memiliki pacar. Yang
mereka pikirkan setiap hari, bagaimana menarik perhatian lawan jenisnya,
bagaimana menyenangkan pasangannya, bagaimana agar hubungan haram itu
selalu teguh dan seterusnya. Begitulah setan menjadikan mereka tertawan
oleh nafsu syahwatnya, sehingga mereka rela mengorbankan apapun yang
dimilikinya, bahkan meski harus mengorbankan kehormatannya ! Semoga
Allâh melindungi kita dan keluarga kita dari kekejian dan kehinaan ini.
Sungguh keadaan ini, sangat mempengaruhi mutu pendidikan
pemuda-pemudi itu, yang seharusnya mereka mengerahkan pikirannya untuk
fokus pada pelajaran sekolah, malah terarahkan kepada sesuatu yang keji
dan hina. Oleh karena itulah, terbukti sekolah yang memisahkan antara
siswa lelaki dan perempuan lebih berhasil dari sisi pendidikan, daripada
sekolah yang tidak memisahkan antara keduanya.
9. Bahaya Mengumbar Aurat Terhadap Pernikahan
Mewabahnya budaya ‘obral aurat’ juga berdampak buruk pada pernikahan.
Mereka yang belum menikah akan merasa enggan menikah, karena telah
mendapatkan tempat menyalurkan syahwatnya dengan mudah, bisa
berganti-ganti pasangan, dan tanpa harus memikul tanggung jawab
setelahnya.
Adapun mereka yang sudah menikah, maka budaya ‘obral aurat’ itu akan
sangat mengganggu dan merapuhkan ikatan suci pernikahannya. Sang suami
akan mudah tergoda dengan wanita lain yang lebih cantik dan muda, begitu
pula sang isteri akan berpikiran sama dengan suaminya, sehingga akan
berakhir dengan rusaknya rumah tangga.
Inilah rahasia utama mengapa semakin tinggi volume ‘umbar aurat’ di
suatu negara, maka semakin rendah volume pernikahannya. Dan semakin
tinggi volume ‘obral aurat’ dari wanita yang bersuami, maka semakin
tinggi pula kasus perceraiannya, sebagaimana hal tersebut nampak jelas
pada kehidupan para artis dan penyanyi.
Dan hal ini juga akan berdampak pada lambat atau bahkan minusnya
pertumbuhan penduduk, karena akan banyak terjadi kasus aborsi yang tidak
diinginkan kehadirannya akibat perzinaan, dan sudah sangat maklum
biasanya seseorang tidak menginginkan anak dari perbuatan zinanya.
10. Bahaya Pamer Aurat Yang Diterangkan Dalam Nash-Nash Syariat
Sungguh sangat banyak ancaman bagi para pengumbar aurat dalam al-Qur’ân dan Sunnah, diantaranya:
a. Pengumbar aurat akan mendapatkan adzab yang pedih di dunia dan di
akhirat, karena mereka menjadi sebab utama tersebarnya perbuatan keji
zina. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan tersebarnya perbuatan keji
di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di
dunia dan di akhirat.[8] [an-Nûr/24:19]
b. Pengumbar aurat tidak masuk surga, bahkan tidak akan mencium
wanginya surga, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ
سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ
رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku
lihat, (yang pertama): Kaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor
sapi yang digunakan untuk memukuli orang-orang. Dan (yang kedua): Para
wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menggoda dan jalannya
berlenggak-lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Para wanita itu tidak masuk surga, bahkan tidak mencium wanginya surga
padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.”
[9]
c. Mengumbar aurat termasuk perbuatan yang mendatangkan laknat, dan
itu termasuk ciri dosa besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda:
سَيَكُونُ آخِرُ أُمَّتِي نِسَاءً كَاسِيَاتٍ عَارِيَاتٍ عَلَى
رُؤُسِهِنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ، الْعَنُوهُنَّ فَإِنَّهُنَّ
مَلْعُونَاتٌ
Akan ada di akhir umatku, para wanita yang berpakaian tapi telanjang,
di kepala mereka ada seperti punuk unta, laknatlah mereka karena mereka
itu terlaknat! [10]
d. Mengumbar aurat merupakan tindakan pamer maksiat, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ
Seluruh umatku diampuni (dosanya), kecuali mereka yang pamer dalam melakukannya.[11]
Dan bila maksiat itu tidak diingkari, ia akan mendatangkan adzab bagi
seluruh masyarakatnya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوْهُ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ
Sungguh bila manusia melihat kemungkaran, tapi mereka tidak berusaha
mengubahnya, maka Allâh akan menurunkan hukuman bagi mereka semuanya.
[12]
Sungguh banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat mengumbar
aurat ini, harusnya menjadikan kita semakin waspada darinya dan
menjauhinya. Seyogyanya, ini juga semakin memompa semangat kita dalam
mengingatkan orang lain agar tidak terjerumus dalam perbuatan nista
tersebut, atau agar tidak mengulanginya. Jika mereka menerima, maka
itulah yang kita harapkan, namun jika nasehat kita tidak didengar, maka
paling tidak kewajiban ‘nahi mungkar’ kita telah gugur, sehingga kita
akan selamat dari azab-Nya dan mendapatkan pahalaNya.
JIKA TERJADI PELECEHAN, SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB, DAN BAGAIMANA PENYELESAIANNYA?
Bila tindakan mengumbar aurat telah mewabah di sebuah masyarakat, tentu
pelecehan seksual juga akan semakin meningkat, lalu bila hal itu terjadi
-wal iyâdzu billah-, maka siapakah yang bertanggung jawab ?
Resiko terbesar tentu ditanggung oleh si korban pelecehan, karena
dengan terjadinya ‘kecelakan’ itu ia telah kehilangan kehormatannya; Ia
harus menanggung malu seumur hidupnya, dan akan mempersulit jalannya
mendapatkan suami. Begitu pula keluarga korban, mereka akan merasa malu,
dan masyarakat akan menganggap mereka tidak mampu menjaga kehormatan
putrinya.
Resiko juga ditanggung oleh pelaku pelecehan, ia akan dicap sebagai
orang yang fasik, amoral, dan bobrok imannya. Sedang keluarganya, akan
dicap oleh masyarakat sebagai keluarga yang gagal dalam mendidik
anaknya, dan mungkin cap buruk tersebut akan menempel terus hingga turun
temurun.
Lalu Siapakah Yang Menanggung Dosanya ?
Tentunya si pelaku pelecehan adalah orang yang paling banyak menanggung
dosanya, karena dialah sumber utama malapetaka tersebut. Adapun korban
pelecehan; bila sebelumnya ia telah berusaha menjaga auratnya dan
berhati-hati, maka ia tidak menanggung dosa apapun di sisi Allâh Azza wa
Jalla, karena ia murni sebagai hamba yang terzhalimi. Namun bila
sebelumnya si korban mengumbar auratnya atau bahkan menggoda si pelaku
pelecehan, maka si korban juga menanggung dosa telah membuka pintu
keburukan terhadap dirinya.
Bagaimana Penyelesaiannya ?
Bila pihak keluarga korban, mengangkat kasus tersebut ke meja hijau,
maka penyelesaian ada di pengadilan tersebut. Namun bila pihak keluarga
korban menginginkan agar kecelakaan tersebut ditutupi -karena ada unsur
suka sama suka misalnya-, maka hendaklah masing-masing dari pelaku dan
korban berusaha menutupi keburukan tersebut, dan bertaubat dengan taubat
yang sebenarnya, karena “orang yang bertaubat itu seperti orang yang
tidak ada dosa padanya”,[13] sebagaimana disabdakan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar