Martabat Seorang Perempuan dan Kehormatan Seorang Wanita
Sehebat-hebatnya seorang suami,
Semulianya seorang Ayah,
tak akan ada yang dapat melampoi kehormatan seorang wanita..
Dahulu, kehormatan seorang Muslimah adalah tanggung jawab dari seluruh
umat Muslim. Tidak ada pembedaan apakah Muslimah itu keluarga kita atau
bukan, sebangsa dengan kita atau bukan, sekampung halaman dengan kita
atau bukan, atau ia mengenal kita atau pun tidak. Jika ia Muslimah, maka
seluruh kekuatan umat Muslim berada di belakangnya. Tanyakanlah pada
lelaki-lelaki Yahudi iseng dari Bani Qainuqa’ mengenai pengalaman mereka
mengusili seorang Muslimah. Nasib malang Bani Qainuqa’ berawal dari
perbuatan mereka yang mengikat ujung kain pakaian seorang Muslimah ke
sebuah tiang, sehingga ketika ia beranjak, terbukalah auratnya. Teriakan
minta tolong, yang cuma beberapa detik itu, direspon dengan cepat oleh
seorang pemuda Muslim nan gagah yang langsung membunuh seorang di antara
para lelaki iseng tadi. Pemuda Muslim ini pun kemudian mati dikeroyok.
Setelah berita ini sampai ke telinga Rasulullah saw, seluruh angkatan
bersenjata umat Muslim dikerahkan. Bani Qainuqa’ dikepung, dan akhirnya
diusir dari Madinah untuk selama-lamanya.
Seorang perempuan diukur dari kemampuannya menjaga
kehormatan diri. Seorang lelaki shalih menjaga kehormatannya dengan
memilih perempuan shalihah sebagai pendampingnya, demikian juga seorang
perempuan shalihah memelihara kehormatannya dengan memilih lelaki shalih
sebagai pendampingnya. Seorang perempuan salehah hanya pantas untuk
lelaki saleh. Oleh karena itu, Khadijah r.a. pun membulatkan tekadnya
untuk menawarkan diri kepada lelaki yang bekerja untuknya, karena ia
tahu lelaki itu sangatlah mulia. Khadijah r.a. tidak menggadaikan
standar kemuliaan yang telah dipilihnya, dan kita tahu standarnya
tidaklah main-main, karena pada akhirnya semua orang tahu bahwa lelaki
pilihannya adalah manusia paling mulia di sepanjang jaman.
———–
Sekarang, tidak semua perempuan ingin menjadi ibu. Benaknya dipenuhi
ambisi hendak mengejar karir, bekerja kantoran dan mencapai puncak
kejayaannya sebagai businesswoman. Dengan menjadi businesswoman, mereka anggap dirinya sudah jadi superwoman.
Mereka tidak suka menimang anak, enggan mengganti popoknya, merasa hina
kalau harus mengurus rumah dan menunggu suami pulang dari mencari
nafkah.
Sekarang, Pak Taufiq Ismail pun dibuat bergeleng-geleng. Jika dahulu
para penulis cerita-cerita mesum adalah kaum lelaki, maka kini kaum
perempuan tidak lagi malu melakukan hal yang sama. Para perempuan
penulis cerita berlomba-lomba menulis novel-novel jorok dengan adegan
ranjang yang diceritakan secara terperinci. Para produser film
berlomba-lomba membuat film yang mengungkap ‘sisi lain’ dari kehidupan
para pelacur, dan para aktivis perempuan mengapresiasinya seolah-olah
pelacuran itu patut dan perlu diidentikkan dengan kaum perempuan.
Berlomba-lomba mereka memamerkan tubuh sendiri, bahkan mereka tak ingin
dipersalahkan sama sekali atas tindakannya yang demikian, karena
dianggapnya hal itu hanyalah cara dari ‘kriminalisasi tubuh perempuan’.
Dengan mengumbar auratnya sendiri, mereka bermandikan uang, kemudian
mabuk dalam ilusi bahwa uang itu identik dengan kehormatan dan prestasi.
Sekarang, majalah-majalah perempuan kebanyakan hanya tiga saja
isinya: pembentukan opini, gosip, dan iklan. Opini dibentuk dengan
pemberian tips-tips (yang nampaknya sangat digemari oleh kaum Hawa),
seolah-olah tips yang sama pasti bekerja dengan sempurna untuk semua
orang, dan dengan tips-tips itu mereka dapat menganalisa setiap masalah.
Kaum perempuan dibikin sibuk sesibuk-sibuknya dengan segala hal yang
sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka, tidak pula memberi
manfaat, yaitu gosip. Dari iklan-iklan, terbentuk pula nilai-nilai baru
dan cara berpikir yang serba seragam dan serba inferior: kalau ada
jerawat maka malu bertemu teman, kalau kulit terbakar matahari sedikit
saja maka kepercayaan diri langsung berkurang drastis, dan kalau lingkar
pinggang bertambah satu inci saja maka itu adalah musibah kemanusiaan
yang luar biasa besar.
Sekarang, kehormatan perempuan sudah menjadi urusan masing-masing.
Bahkan kaum perempuan itu sendiri yang telah memisahkan dirinya dari
orang lain. Tidak usah ikut campur masalah auratku, karena tubuhku
adalah milikku sendiri. Tidak usah ikut mengurusi masalah pribadiku,
karena tidak ada hubungannya denganmu. Jangankan sahabat, teman,
tetangga atau saudara, orang tua pun dianggap tidak punya urusan
dengannya kalau ia merasa sudah cukup umur. Padahal sejak lahir hingga
tumbuh jadi remaja dan dewasa seperti sekarang, kehidupannya banyak
sekali bergantung pada orang lain. Tapi semua hutang budi itu dianggap
lenyap saja, demi kebebasan.
Sekarang, para aktivis feminis berteriak-teriak memaki dominasi kaum
lelaki. Mereka bilang, lelakilah yang telah menghambat kemajuan
perempuan. Tapi Cut Nyak Dhien dan Laksamana Keumalahayati juga hidup di
tengah lelaki, dan mereka bisa maju tanpa harus mengeluh. Para aktivis
menuntut hak aborsi, karena merasa isi rahimnya adalah haknya sendiri,
bahkan ada yang tidak malu-malu mengatakan bahwa anak hanya akan
menghambat karirnya. Tapi ada Yoyoh Yusroh yang bisa melahirkan 13 orang
anak, mendidiknya dengan baik, sekaligus juga menjadi anggota DPR,
bahkan di ‘waktu luangnya’ masih sempat pula memimpin rombongan menembus
barikade Zionis di Gaza.
Perempuan tidaklah hina, kecuali jika ia menghinakan dirinya sendiri. Dalam hal ini, sama sekali tak beda dengan lelaki.
0 komentar:
Posting Komentar